Bosnia, Keutuhan Yaman dan Bayangan Perpecahan Negara
Pernyataan Kementerian Luar Negeri Bosnia dan Herzegovina yang mendukung keutuhan wilayah Yaman menarik perhatian pengamat internasional. Dukungan terhadap stabilitas Hadramaut dan Mahra disampaikan dengan menekankan pentingnya dialog dan solusi politik, berangkat dari pengalaman pahit Bosnia sendiri dalam menghadapi konflik internal dan ancaman perpecahan negara.
Sikap Bosnia terhadap Yaman tidak lepas dari kemiripan situasi yang dihadapi kedua negara. Yaman terbelah oleh kepentingan politik dan militer regional, sementara Bosnia dan Herzegovina hidup dalam struktur negara pascaperang yang rapuh sejak Perjanjian Dayton 1995.
Di Bosnia, tantangan terbesar terhadap keutuhan negara datang dari Republika Srpska, entitas yang didominasi etnis Serbia. Sejak beberapa tahun terakhir, elite politik di Banja Luka secara terbuka menyuarakan keinginan untuk memisahkan diri atau bahkan bergabung dengan Serbia.
Narasi ini menciptakan ketegangan politik yang berkepanjangan, mirip dengan dinamika di Yaman antara pemerintah pusat, aktor lokal, dan kekuatan separatis. Bedanya, konflik Bosnia saat ini berlangsung dalam bentuk tekanan politik dan institusional, bukan perang terbuka.
Republika Srpska menggunakan instrumen hukum, parlemen lokal, dan ancaman referendum untuk menekan pemerintah pusat Bosnia. Langkah ini mengingatkan pada strategi aktor-aktor Yaman yang memperkuat kontrol lokal sembari menantang legitimasi otoritas nasional.
Pertanyaan utama yang muncul adalah apakah Bosnia akan mengizinkan Republika Srpska merdeka atau bergabung dengan Serbia. Jawaban resmi dari Sarajevo sejauh ini tegas, yakni tidak.
Konstitusi Bosnia dan Herzegovina yang lahir dari Perjanjian Dayton secara eksplisit menegaskan bahwa negara ini adalah satu kesatuan yang terdiri dari dua entitas, Federasi Bosnia dan Herzegovina serta Republika Srpska. Tidak ada mekanisme hukum yang memungkinkan pemisahan diri secara sepihak.
Pemerintah pusat Bosnia memandang setiap langkah menuju kemerdekaan Republika Srpska sebagai pelanggaran konstitusi dan ancaman serius terhadap perdamaian. Sikap ini juga didukung oleh Mahkamah Konstitusi Bosnia yang berulang kali menolak inisiatif separatis.
Dukungan internasional menjadi faktor kunci dalam mempertahankan status quo Bosnia. Uni Eropa, Amerika Serikat, dan NATO secara konsisten menegaskan dukungan mereka terhadap integritas teritorial Bosnia dan Herzegovina.
Dalam konteks ini, kemiripan dengan Yaman menjadi jelas. Seperti Bosnia, Yaman menghadapi tekanan dari aktor-aktor lokal yang ingin memperluas otonomi atau memisahkan diri, sementara pemerintah pusat dan komunitas internasional mendorong keutuhan negara.
Pernyataan Kementerian Luar Negeri Bosnia tentang Yaman mencerminkan refleksi sejarah mereka sendiri. Bosnia memahami bagaimana konflik identitas dan separatisme, jika tidak dikelola melalui dialog politik, dapat berujung pada perang berdarah.
Bosnia secara khusus menekankan pentingnya solusi diplomatik karena mereka pernah mengalami kegagalan serupa pada awal 1990-an. Ketika dialog runtuh, konflik berkembang menjadi perang etnis yang menghancurkan negara dan kawasan.
Jika Republika Srpska memaksakan kemerdekaan atau penyatuan dengan Serbia, sebagian besar analis menilai Bosnia tidak akan mengizinkannya. Langkah tersebut hampir pasti memicu krisis politik besar dan membuka risiko konflik baru.
Selain itu, pemisahan Republika Srpska dapat menjadi preseden berbahaya bagi kawasan Balkan. Negara-negara dengan struktur multietnis lainnya dikhawatirkan akan menghadapi tuntutan serupa.
Karena itu, Bosnia memilih mempertahankan negara yang tidak sempurna tetapi utuh, ketimbang mengambil risiko perpecahan. Strategi ini serupa dengan pendekatan yang dianjurkan Bosnia untuk Yaman, yakni menahan eskalasi dan memprioritaskan stabilitas.
Namun, seperti Yaman, stabilitas Bosnia juga bersifat rapuh. Ketegangan politik yang terus dipelihara berpotensi berubah menjadi konflik terbuka jika tekanan domestik dan regional meningkat.
Pernyataan dukungan Bosnia terhadap Yaman juga merupakan pesan tidak langsung kepada komunitas internasional. Bosnia mengingatkan bahwa konflik internal yang dibiarkan berlarut-larut akan semakin sulit diselesaikan.
Dalam pandangan Sarajevo, keutuhan negara adalah prasyarat utama bagi perdamaian jangka panjang, baik di Yaman maupun di Bosnia sendiri. Otonomi luas boleh ada, tetapi pemisahan diri dinilai sebagai jalan buntu.
Pengalaman Bosnia menunjukkan bahwa perdamaian tidak selalu berarti harmoni, melainkan pengelolaan ketegangan dalam kerangka negara yang disepakati bersama.
Oleh karena itu, dukungan Bosnia terhadap integritas Yaman bukan sekadar sikap diplomatik, melainkan cerminan ketakutan dan pelajaran sejarah yang masih hidup.
Di tengah dinamika global yang semakin tidak stabil, Bosnia dan Yaman menjadi contoh bagaimana negara-negara rapuh berjuang mempertahankan persatuan di bawah tekanan konflik internal dan kepentingan eksternal.

Tidak ada komentar