Jejak Pendidikan dan Sejarah Islam Alor, NTT
SMP Muhammadiyah Ekosari Alor Kecil kembali menunjukkan perannya sebagai pusat pendidikan dan kebudayaan di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Pada 23 Juli 2025, sekolah ini secara resmi menerima dua mahasiswa Praktik Pengalaman Lapangan dari STKIP Muhammadiyah Kalabahi untuk semester genap tahun akademik 2024/2025.
Prosesi pelepasan dan penerimaan mahasiswa PPL berlangsung sederhana namun penuh kehangatan. Wakil Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah Ekosari Alor Kecil, Ibu Saleh Kalae, S.Pd, memimpin langsung kegiatan tersebut dengan sambutan yang disambut antusias oleh seluruh bapak dan ibu guru.
Dalam sambutannya, pihak sekolah menyampaikan harapan agar kehadiran mahasiswa PPL dapat memberikan kontribusi nyata bagi proses pembelajaran. Kerja sama antara sekolah dan perguruan tinggi dinilai penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan di daerah.
Kegiatan PPL ini turut didampingi oleh guru pamong Pendidikan Matematika, Bapak Samsul Muarif Abdullah, S.Pd. Ia merupakan alumni STKIP Muhammadiyah Kalabahi dari program studi Pendidikan Matematika, sehingga dinilai memahami betul kebutuhan mahasiswa maupun sekolah.
Dua mahasiswa yang menjalani PPL selama dua bulan tersebut adalah Idris dan Jumriyati. Keduanya diharapkan mampu mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di bangku perkuliahan serta beradaptasi dengan dinamika pendidikan di tingkat sekolah menengah pertama.
Pihak sekolah menaruh harapan besar agar Idris dan Jumriyati tidak hanya membantu proses belajar mengajar, tetapi juga memberikan teladan sikap, disiplin, dan semangat belajar bagi para siswa.
Momentum penerimaan mahasiswa PPL ini beriringan dengan perhatian publik terhadap kekayaan sejarah dan keagamaan di Alor. Kabupaten ini dikenal menyimpan jejak awal masuknya Islam di wilayah Nusa Tenggara Timur.
Salah satu bukti sejarah penting adalah keberadaan Alquran kuno berusia ratusan tahun yang masih tersimpan di Alor. Kitab suci tersebut berada di sebuah rumah milik keturunan Iang Gogo, tokoh penyebar agama Islam asal Ternate, Maluku Utara.
Alquran kuno tersebut terbuat dari kulit kayu dan hingga kini masih tampak utuh serta dapat dibaca. Meski beberapa bagian mulai koyak dimakan usia, kondisinya masih terjaga dengan baik sebagai warisan sejarah yang langka.
Menurut penuturan keluarga, Alquran itu dibawa ke Alor sekitar tahun 1518. Selama ratusan tahun, kitab suci ini disimpan dalam kotak kaca untuk melindunginya dari sentuhan langsung para pengunjung yang datang melihat peninggalan bersejarah tersebut.
Nurdin Gogo, keturunan ke-14 dari Iang Gogo, menjelaskan bahwa larangan menyentuh Alquran dilakukan semata-mata untuk menjaga keutuhan naskah bersejarah itu. Keluarga merasa memiliki amanah besar untuk merawat peninggalan leluhur.
Sejarah mencatat bahwa agama Islam merupakan agama risalah pertama yang masuk ke Kabupaten Alor. Proses penyebarannya diperkirakan berlangsung pada abad ke-16 Masehi, meski sebagian sumber menyebut abad ke-14 Masehi, bertepatan dengan kejayaan Kesultanan Ternate di bawah Sultan Babullah.
Islam masuk ke Alor melalui Iang Gogo dan lima orang saudaranya. Mereka melakukan perjalanan panjang melalui laut hingga akhirnya mendarat di Tanjung Bota, Alor, setelah berbulan-bulan menghadapi keterbatasan bekal, terutama air.
Dalam kisah yang diwariskan turun-temurun, Iang Gogo disebut memiliki kemampuan kanuragan. Dengan tongkatnya, ia menusuk tanah hingga memunculkan mata air yang kemudian dikenal sebagai Mata Air Banda, yang hingga kini masih dimanfaatkan masyarakat setempat.
Meski menemukan sumber air, rombongan ini tidak menetap lama. Mereka melanjutkan perjalanan dan singgah di wilayah yang kini dikenal sebagai Desa Aimoli, tempat Raja Baololong I berkuasa.
Di wilayah tersebut, terjalin persaudaraan antara Iang Gogo dan Raja Baololong. Hubungan itu ditandai dengan pertukaran kenang-kenangan, berupa moko yang diserahkan oleh Iang Gogo dan pisau yang diberikan Raja Baololong sebagai simbol persahabatan.
Perjalanan kemudian berlanjut hingga ke Tuabang, tempat kelima bersaudara bersepakat berpisah. Masing-masing membawa Alquran kulit kayu dan pisau khitan sebagai bekal utama dalam menyebarkan ajaran Islam.
Iang Gogo kemudian menetap di Alor Besar dan mulai menyebarkan Islam dengan mengajarkan mengaji, shalat, puasa, zakat, serta akhlak mulia. Ia juga berperan sebagai guru agama sekaligus juru khitan bagi masyarakat setempat.
Penyebaran Islam di Alor pada masa itu terutama berkembang di kawasan pesisir. Pola ini masih terlihat hingga kini, di mana komunitas Muslim di Kabupaten Alor mayoritas bermukim di wilayah pantai.
Jejak sejarah, pendidikan, dan dakwah Islam ini menunjukkan bahwa Alor bukan hanya kaya akan tradisi lokal, tetapi juga memiliki peran penting dalam sejarah keislaman dan pendidikan di kawasan timur Indonesia.

Tidak ada komentar